Monday, October 29, 2012

TAWURAN PELAJAR=BUKTI KEGAGALAN PENDIDIKAN


Sudah saatnya tawuran tak lagi dianggap kenakalan remaja biasa. Perilaku mengedepankan kekerasan ini, hingga September 2012, telah menimbulkan 14 korban tewas (ditambah korban Manggarai). Kekerasan kolektif ini sudah merupakan perilaku melanggar hukum.
Penyebabnya biasanya hal sepele seperti saling mengejek antara satu sekolah dengan sekolah lain dan berarkhir pada tawuran. Biasanya ada korban luka-luka bahkan sampai meninggal. Kalau membicarakan tentang tawuran, sebenernya oknum mana yang mesti disalahkan? pelajar atau memang kebijakan pendidikan di Indonesia kurang bagus.
Banyak pihak sudah lelah membicarakan tawuran pelajar di Ibu Kota. Tak kurang-kurang pemikiran para ahli diketengahkan sebagai tawaran pemecahan masalah. Berbagai penelitian dilakukan sejak 1980-an. Pada umumnya, tawuran diamati sebagai kenakalan remaja. Ada yang melihatnya sebagai perilaku bermasalah dan deprivasi sosial, frustrasi agresi, dan ada juga sudut pandang yuridis. Seperti di kutip dari wawancara dengan anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Rohmani.

"Kebijakan pendidikan yang selama ini dibangun pemerintah terlalu berorientasi pada nilai atau akademik semata. Semua potensi pendidikan diarahkan untuk mengejar nilai ujian," katanya di Jakarta, Sabtu.

Menanggapi perkataan beliau tersebut, saya selaku penulis setuju dengan apa yang beliau utarakan karena memang selama ini siswa/I hanya dituntut untuk mengejar nilai ujian semata tanpa mempedulikan pendidkan moral dari siswa tersebut. Bahkan ada beberapa sekolah yang memang mengajarkan muridnya untuuk berbuat curang. Jadi sekarang kita menuai hasil dari kebijakan pendidikan yang dibuat pemerintah yang hanya mengedepankan “nilai ujian akhir”. Ditegaskannya bahwa ujian nasional patut dievaluasi, karena telah melahirkan pelajar yang ada seperti saat ini, yakni tidak membangun karakter anak didik. 
Berbagai upaya ditempuh dengan melibatkan kepolisian, hasilnya belum menggembirakan. Yang terjadi, kekerasan dalam tawuran kian meningkat, nekat, dan beringas. Berbagai penelitian membuktikan, ada korelasi antara tawuran dan kebijakan pendidkan di Negara ini.
Orientasi perlu lebih ditekankan pada penegakan isi Pasal 170 dengan mempertimbangkan semua aspek yang saling memengaruhi. Karena masalahnya bukan pada materi hukumnya, faktor sosiologis, psikologis, ataupun budaya harus diperhitungkan. Perlu kerja sama aparat penegak hukum, kepolisian, pendidik (sekolah), dan orangtua (keluarga) untuk menciptakan penegakan hukum yang adil.

KEMACETAN


Jakarta dipenuhi dengan kendaraan, sehingga menyebabkan kemacetan besar dan stres bagi warga kota. Jam sibuk di ibu kota Indonesia itu, dengan lalu lintas yang padat di bawah cuaca panas terik, bisa menjadi pengalaman yang mengerikan bagi semua orang yang rutin berlalu-lalang, apalagi mereka yang berpenyakit jantung.
Namun demikian meskipun mereka mengeluh tentang kemacetan, keterlambatan dan polusi, semakin banyak orang kota yang memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi daripada kendaraan umum, sehingga menyumbang pada membanjirnya kendaraan.
"Lima tahun lalu, setiap kali saya berangkat kerja pukul 6 pagi, kemacetan lalu lintas tidak begitu mengerikan seperti hari ini. Pada saat ini, saya harus menambahkan lima sampai sepuluh menit ekstra untuk sampai ke kantor saya," kata konsultan bisnis Andre Wiharjo kepada Khabar Asia Tenggara.
Menurut data dari Asosiasi Industri Otomotif (Gaikindo), negara ini memiliki jumlah terbesar mobil (50,9 juta) di Asia Tenggara. Menyusul di belakangnya Thailand, Vietnam, dan Filipina. Pada tahun 2011 saja, 880.000 mobil baru terjual dan angka itu bisa menjadi 1 juta pada tahun 2014, demikian kata asosiasi itu.
Sementara itu, Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) mengatakan, delapan juta sepeda motor baru terjual selama periode yang sama. Pada masa lalu, mobil dan motor dikaitkan dengan kekayaan, tetapi sekarang banyak orang melihatnya sebagai kebutuhan. Profesional muda, khususnya, merasakan sistem transportasi umum mengecewakan dan lebih senang menikmati mobilitas yang tersedia dengan memiliki kendaraan sendiri.
"Saya akan senang menggunakan transportasi umum jika itu aman, handal, dan benar-benar mengantar saya dari A ke B lebih cepat," demikian kata Ali Arifin, penduduk asli Jakarta dan pemilik bisnis. Akan tetapi karena hal itu tidak terjadi, katanya, memiliki kendaraan sendiri "sangat penting".
Para ahli mengingatkan bahwa kemacetan Jakarta yang memburuk menurunkan kualitas hidup penduduknya dan dalam beberapa kasus merupakan ancaman bagi kesehatan mental.
"Warga Jakarta rentan terhadap depresi terselubung yang dipicu oleh stres kambuhan terkait dengan kemacetan lalu lintas seperti kurang tidur, mudah panik, dan penyakit fisik kambuhan," demikian kata Prianto Djatmiko, kepala Asosiasi Psikiater Indonesia cabang Jakarta.
"Kemacetan lalu lintas menjadikan kegiatan warga perkotaan semakin mengelompok dan berpotensi menciptakan isolasi di antara kelompok orang. Hal ini menyebabkan meningkatnya agresivitas di masyarakat," katanya.
Menurut Guritnaningsih A. Santoso, seorang profesor psikologi di Universitas Indonesia, kecenderungan ini berpotensi menghasilkan dampak berbahaya terhadap kaum muda. Lebih banyak waktu dihabiskan di jalan berarti lebih sedikit waktu bagi orang tua untuk meluangkan waktu dengan anak-anak mereka, demikian katanya.
"Banyak orang tua tiba di rumah ketika anak-anak mereka yang masih kecil sudah tertidur dan pergi sebelum mereka bangun," kata Santoso.
Selain itu, semakin padatnya jadwal dapat mempengaruhi kemampuan anak muda untuk belajar. Kemacetan lalu lintas memaksa siswa untuk meninggalkan rumah mereka sekitar pukul 5.30 pagi agar bisa sampai ke sekolah sebelum pukul 7 pagi, demikian katanya, sementara kuliah paling pagi untuk mahasiswa mulai pukul 8 pagi.
"Mengantuk secara tidak langsung dapat menyebabkan turunnya minat dan energi untuk belajar. Sebuah penelitian kecil yang dilakukan terhadap mahasiswa menunjukkan bahwa mereka yang tinggal jauh dari kampus merasa bahwa kemampuan mereka untuk berkonsentrasi pada studi menurun karena kelelahan dan kantuk," pungkasnya.

KELEMAHAN KPK


Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi  Abdullah Hehamahua mengungkapkan kelemahan KPK. Menurut Abdullah, KPK Jilid II ini lemah dalam koordinasi dengan kejaksaan dan kepolisian.
Menurutnya penting untuk meningkatkan kembali koordinasi antara dua lembaga penegak hukum melalui perubahan sikap dan cara pandang terhadap keduanya.
"Menghadapi polisi atau jaksa itu sama seperti menghadapi korban narkoba," kata Abdullah saat menjalani seleksi calon pimpinan KPK tahap wawancara di Kementrian Hukum dan HAM, Senin, 15 Agustus 2011.
Abdullah menilai KPK jilid pertama memiliki hubungan dan koordinasi dengan kejaksaan dan kepolisian berlangsung lebih ketimbang periode kepemimpinan yang sedang berjalan. Alasannya karena unsur pimpinan KPK di masa itu berasal dari dua unsur tersebut.

"Karena pimpinan waktu itu pensiunan polisi, sekarang lemah karena mereka di bawah pengalaman jenderal polisi dan jaksa," terangnya.

Untuk memperkuat hubungan dengan lembaga penegak hukum lainnya, kata bdullah, bisa ditempuh dengan menunjukkan sikap mengayomi kedua lembaga tersebut. Dia berpendapat, masyarakat selama ini menunjukkan sikap yang resisten terhadap keduanya. Layaknya seorang korban narkoba, keduanya perlu dirangkul agar dapat bersinergi dengan baik.

"Polisi dan Jaksa harus kita ayomi, supaya mereka percaya diri dan saling bersinergi, tidak saling bersaing dalam pemberantasan korupsi," paparnya.

Untuk diketahui Sepuluh calon pimpinan KPK menjalani seleksi tahap akhir, yakni tahap wawancara. Setiap calon pimpinan KPK mendapat waktu satu jam untuk menjawab pertanyaan yang diajukan 13 anggota Panitia Seleksi (Pansel) KPK dan diselenggarakan terbuka bagi publik.

"Wawancara ini terbuka untuk publik silahkan jika anda ingin menyaksikan," ujar Ketua Pansel Patrialis Akbar.
Ke-10 calon pimpinan KPK yang menjalani seleksi tahap wawancara, adalah Abdullah Hehamahua, Abraham Samad, Adnan Pandupradja, Aryanto Sutadi, Bambang Widjojanto, Egi Sutjiati, Handoyo Sudrajat, Sayid Fadhil, Yunus Husein, dan Zulkarnain. (umi)

KEJUJURAN AUDITOR


Auditor adalah seorang yang melakukan pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut (Mulyadi,2002).

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berada dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia, bertanggungjawab atas penerimaan negara dari sektor perpajakan dan penegakan hukum dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan. Aparat pelaksanaan DJP dilapangan adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa). Karikpa mempunyai auditor-auditor khusus. Tanggungjawab Karikpa adalah melakukan audit terhadap para wajib pajak tertentu untuk menilai apakah telah memenuhi ketentuan perundangan perpajakan. Namun, saat ini banyak auditor yang tidak jujur dengan modus korupsi. Sengketa pajak muncul karena peraturan perpajakan yang multi interprestasi, banyaknya peraturan pajak yang tidak sinkron membuat despute antara wajib pajak dan pegawai pajak mengenai besaran pajak terutang akhirnya muncul negoisasi diantara mereka, menurut Darussalam (Pengamat Perpajakan UI).
Berikut ini ada beberapa penggelapan pajak yang biasa dilakukan oleh perusahaan dan bekerja sama dengan seorang auditor antara lain:
·         Memanipulasi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) ke kantor pajak.
·         Memaksimalkan biaya yang telah dikeluarkan agar dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan
·         Memilih berbagai alternatif transaksi yang memberikan efek beban pajak terendah
·         Melaporkan penjualan lebih kecil dari yang seharusnya
·         Pemalsuan dokumen keuangan perusahaan
Untuk mengatasi kasus tersebut seharusnya pihak pemerintah dan DPR perlu segera membentuk tim auditor independen yang kompeten dan kredibel untuk melakukan audit investifigatif atau audit forensik untuk membedah laporan keuangan dan seharusnya tim penegak hukum di Indonesia harus tegas terhadap para pelaku penggelapan pajak dengan membuat hukuman yang menimbulkan efek jera. Sebab Negara dan rakyatlah yang paling dirugikan.