Industri otomotif dunia
sedang bersemangat untuk menjadi terdepan dalam memproduksi mobil hemat energi.
Sedangkan Indonesia masih pada tahap berusaha membuat mobil, belum sampai pada
mobil hemat energi dan ramah lingkungan. Namun, bukan berarti Indonesia tidak
bisa langsung melompat atau bahkan melampaui industri otomotif kuat dalam
memproduksi mobil yang revolusioner, yaitu mobil yang seluruh komponennya
didesain untuk hemat energi secara signifikan
Indonesia adalah bangsa
yang besar, siapapun warga negara Indonnesia pasti mengamini, setidaknya
menginginkan. Salah satu representasinya adalah memiliki kebanggaan nasional
yang bersaing (mininal sama) dengan kebanggaan negara lainnya. Kondisi saat
ini, bangsa Indonesia sangat kekurangan manifestasi kebanggaan nasional.
Asalkan kita punya
semangat yang revolusioner dalam membuat mobil, maka mobil itu bukan sekadar
mimpi. Lihat, perkembangan teknologi pesawat terbang yang semakin hari semakin
ramah lingkungan menunjukkan mobil hemat revolusioner sangat mungkin dibuat
oleh Indonesia .
Pemerintah saat ini
melalui Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, mengatakan pemerintah
akan membentuk pusat pengembangan teknologi dan industri otomotif untuk
mendorong produksi 10.000 mobil listrik nasional pada 2014. Pemerintah juga
akan putuskan untuk membangun pusat pengembangan teknologi dan industri
otomotif berbasis green car.
Bahkan Hatta selaku
Menteri Koordinator Perekonomian telah memanggil enam perguruan tinggi beserta
menteri-menteri terkait yang dimana perguruan tinggi tersebut yaitu ITB, UI,
UGM, ITS, Politeknik Manufaktur Bandung, dan menteri-menteri terkait untuk
membahas program pembuatan mobil listrik nasional.
Apalagi Pemerintah akan
menjadikan mobil listrik sebagai kendaraan operasional resmi dalam gelaran
Konferensi Tingkat Tinggi APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) di Bali,
Oktober mendatang. Penggunaan kendaraan listrik dalam KTT APEC secara
langsung akan menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia serius mendorong
pengembangan kendaraan ramah lingkungan.
Memang saat ini
pemerintah sedang menyiapkan program mobil listrik nasional. Perguruan
tinggi, lembaga penelitian, badan usaha milik negara, dan swasta diminta
bekerja sama mendukung program ini. Alasan pemerintah menjalankan program mobil
listrik adalah mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak (BBM) yang
semakin tahun semakin tipis persediaannya.
Untuk menghitung efisiensi
energi mobil listrik, memang harus menghitung efisiensi secara keseluruhan,
mulai dari energi keluar dari sumur minyak atau gas sampai menjadi energi gerak
di roda mobil. Efisiensi mesin mobil konvensional biasanya 15-20 persen. Jika
kita perhitungkan energi yang hilang di kilang minyak, sepanjang distribusi,
dan sistem transmisi mobil, efisiensi totalnya 12-17 persen.
Sebaliknya, pada mobil
listrik, yang efisiensinya rendah adalah pembangkit listriknya. Dengan
menggunakan pembangkit listrik berbasis gas dan uap, efisiensi bisa 50-60
persen. Dengan memperhitungkan energi yang hilang di saluran transmisi,
distribusi listrik, dan motor listrik, efisiensi keseluruhan mobil listrik bisa
21-29 persen. Jadi, efisiensi total mobil listrik dua kali efisiensi mobil
konvensional.
Selain itu, energi listrik
bisa dibangkitkan dari sumber energi nonfosil. Energi listrik bisa berasal dari
energi air, panas bumi, energi angin, energi matahari, nuklir, dan
sumber-sumber nonfosil lainnya. Dengan demikian, penggunaan mobil listrik bisa
membantu mengatasi polusi dan pemanasan global.
Akan tetapi, mengapa
program mobil listrik di banyak negara maju gagal? Mengapa kita tidak memilih
mobil hibrida yang juga hemat BBM. Sebenarnya orang sudah mengenal mobil
listrik sejak tahun 1930-an. Namun, banyak negara Barat baru serius
mengembangkan mobil listrik setelah krisis energi pertama tahun 1970-an.
Teknologi mobil listrik
semakin maju dengan kemajuan teknologi elektronika daya pada tahun 1980-an.
Dengan waktu pengembangan yang sudah lama, secara umum teknologi mobil listrik
sudah siap.
Namun, mobil listrik belum
juga menggantikan mobil konvensional karena faktor baterai. Seandainya mobil
listrik tidak memerlukan baterai, penulis yakin orang akan lebih memilih mobil
listrik. Contoh mobil listrik tanpa baterai yang sukses adalah kereta listrik.
Baterai menjadi masalah karena sampai saat ini-untuk yang paling
modern sekalipun-rapat energi (energi per satuan berat) dari baterai masih jauh
lebih rendah dibandingkan BBM. Akibatnya, untuk berat atau volume yang sama,
satu tangki BBM mengandung energi yang jauh lebih tinggi dibandingkan baterai.
Untuk mengisi baterai
mobil hingga penuh, biasanya diperlukan waktu 5-6 jam, itu pun hanya sanggup
menempuh jarak sekitar 100 kilometer. Adapun untuk mengisi penuh satu tangki
BBM, hanya perlu waktu sekitar 10 menit dan bisa menempuh jarak sampai 500
kilometer. Saat ini, berbagai negara berlomba untuk memecahkan masalah baterai
ini.
Salah satunya adalah
dengan kemunculan mobil hibrida. Tenaga gerak mobil hibrida berasal dari mesin
mobil dan motor listrik. Baterai motor listrik diisi oleh mesin yang juga
menggerakkan mobil, jadi energi berasal dari BBM. Dengan cara ini, mesin mobil
bisa selalu bekerja pada pembebanan optimum sehingga efisiensi naik.
Saatnya sekarang bagaimana
mengintegrasikan potensi-potensi tersebut dijadikan menjadi satu sebagai satu
kekuatan besar dalam menciptakan mobil listrik yang dapat diproduksi dan
diterima secara masal.
Namun yang menjadi
pertanyaan sekarang adalah, apakah di Indonesia sudah layak menggunakan mobil
listrik dalam skala massal. Ditinjau dari keuntungan mobil lsitrik dibanding
mobil konvensional memang selayaknya untuk city car, mobil listrik layak
dipromosikan.
Sumber : http://www.beritasatu.com/mobile/blog/ekonomi/2092-menuju-era-mobil-listrik.html