Friday, February 15, 2013

PENGADAAN MRT (Mass Rapid Transit)


Untuk mengatasi kemacetan yang terjadi di DKI Jakarta, pemerintah provinsi telah mengoperasikan bus way. Namun selain bus way, pemerintah provinsi DKI Jakarta berencana mengembangkan proyek MRT (Mass Rapid Transit). Seperti hal proyek bus way, pembangunan MRT ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi kemacetan yang ada di Jakarta dengan mengandalkan kereta api sebagai moda transportasi. Pembangunan lintasan/ jalur kereta api yang akan dilakukan terdiri atas bawah tanah (sub way), permukaan (survace), dan layang (elevated). Pembangunan jenis jalur tersebut disesuaikan dengan kondisi areal yang akan dilewati. Keberadaan MRT diharapkan dapat membuat masyarakat semakin banyak menggunakan transportasi masal ini daripada menggunakan kendaraan pribadi.
Pembangunan proyek MRT tersebut terdiri atas 3 tahap, yaitu: Tahap I –(Lebakbulus-Dukuhatas), Tahap II – (Dukuhatas-Kota), dan Tahap III (Balaraja–Cikarang). Saat ini, proyek pembangunan yang berjalan adalah Tahap I dengan rute Lebakbulus-Dukuhatas yang diperkirakan akan selesai pada tahun 2016.
Pembangunan proyek MRT (Mass Rapid Transit) rencananya akan dilaksanakan pada 2013 ini dengan total biaya senilai Rp 15,7 triliun. Dimana pembagian persentase pembiayaan sebesar 49 persen ditanggung oleh Pemerintah Pusat dan 51 persen berasal dari pembiayaan pinjaman Pemerintah DKI Jakarta. Jadi, skema beban biaya pinjaman dari Japan International Cooperation Agency (JICA) terbaru akan menetapkan 49 persen hibah kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan 51 persen dialokasikan sebagai penerusan pinjaman.
Mengenai harga tiket MRT, diperkirakan sekitar  Rp 38.000. Menurut Menteri Perekonomian  Hatta Rajasa, “Harga Rp 38.000 itu adalah harga yang berlaku pada 2017. Saat itu pendapatan domestik bruto kita sudah 7.000 dollar AS. Namun, angka Rp 38.000 tetap angka yang sangat mahal,” kata Hatta.
Beban pengembalian pinjaman kepada JICA tersebut, berpengaruh pada besaran subsidi yang akan diberikan Pemprov DKI pada harga tiket MRT. “Harga tiket masih tergantung bebannya berapa, saya penginnya di bawah Rp 10.000. Soalnya, kalau di Singapura hanya 1 dollar Singapura, kan kira-kira Rp 7.000 sampai Rp 8.000. Kami angkanya kira-kira seperti itu, Rp 10.000-an untuk tahun 2015,” kata Jokowi.
Semoga harapan Bapak Jokowi bisa terealisasi, dengan harga tiket yang murah akan menggugah warga DKI Jakarta untuk menggunakan transportasi umum. Apabila harga tiket terlalu mahal, maka masyrakat akan lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi, walaupun transportasi tersebut dilengkapi dengan fasilitas yang nyaman. Jakarta bisa bebas dari macet bila masyarakat DKI Jakarta menggunakan transportasi umum yang sudah disediakan.


Sumber :

BANJIR ? SUDAH TRADISI


Banjir di Jakarta datang rutin hampir setiap tahun. Tetapi siklus banjir besar datang lima tahunan. Namun saat ini, banjir merupakan musibah terbesar dalam lima tahun terakhir. Dampaknya terhadap penduduk dan kehidupan ekonomi sosial di Jakarta sangat meluas karena banyak sudut wilayah Ibu Kota tersentuh oleh banjir ini.
Kerugian ekonomi yang ditimbulkan banjir kali ini diperkirakan sangat besar karena Jakarta bukan hanya pusat pemerintahan tetapi juga pusat ekonomi, yang bertransaksi dengan seluruh wilayah Indonesia. Dengan kemacetan ekonomi Jakarta, maka dampak ekonominya meluas ke wilayah-wilayah di luar Jakarta.
Kerugian dunia usaha yang ditimbulkan oleh banjir dalam waktu satu minggu ada yang memperkirakan mencapai Rp1 triliun. Memang belum ada statistik yang mengukur langsung secara tepat jumlah kerugian ekonomi, yang diderita oleh warga Jakarta. Tetapi dampak kerugian memang sangat meluas, seperti kegiatan distribusi barang, kegiatan penerbangan di bandara, dan lainnya.
Selain itu, banjir juga telah menyebabkan harga barang-barang kebutuhan pokok naik karena distribusi barang-barang terhambat. Kenaikan harga barang-barang tersebut berkisar 10% hingga 20%.

Kerakusan

Fakta ini kemudian memunculkan kritik bahwa biang keladinya adalah kebijakan ekonomi, kebijakan tata ruang, dan banyak kebijakan lainnya yang anti lingkungan hidup, baik di Jakarta atau di luar Jakarta. Strategi pembangunan ekonomi selama ini tidak sama sekali memiliki wajah lingkungan hidup. Kerakusan ekonomi telah menyebabkan kerusakan lingkungan karena pembangunan ekonomi pasar tidak mengindahkan kaidah-kaidah etika lingkungan dan kepentingan sosial, yang luas.
Persaingan pasar berorientasi pada kepentingan modal. Jika tidak ada etika dan moral yang memandunya, maka kepentingan lingkungan hidup dinafikan atau paling maksimal disubordinasikan di bawah otoritas pasar. Karena itu, wajar jika banyak kebijakan menabrak jalur hijau, mengubah serapan air menjadi bangunan, menghilangkan waduk kecil dan kebijakan yang lainnya yang anti lingkungan hidup.
Pasar memang dapat menggerakkan ekonomi, tetapi tidak dapat mengakomodasi moral dan etika. Pembangunan ekonomi Jakarta yang cepat menempatkan pemilik modal dan investor sebagai kesatria utama. Kepentingan sosial dan lingkungan pasti terabaikan jika etika, moral dan regulasi tidak ditegakkan untuk menahan dampak eksternalitas pasar.
Karena tidak ada benteng moral dan regulasi yang baik, maka kejadian banjir di Jakarta hanyalah dampak dari proses tindakan kolektif ekonomi, yang menafikan lingkungan. Banjir hanya akibat dari apa yang dilakukan secara kolektif di Ibu Kota sekarang dan sebelumnya.
Kebijakan

Pemerintah perlu mengambil tindakan kebijakan yang cepat untuk mengatasi atau setidaknya mengurangi banjir di Jakarta.
Pertama, momentum banjir ini merupakan kesempatan emas untuk menyelesaikan kanal timur dan kanal-kanal lainnya. Pembangunan kanal penahan banjir mutlak perlu dilakukan dan perlu meniru pemerintah Belanda dalam mengelola drainase air di kota seperti Amsterdam.
Pada masa normal sangat sulit berhadapan protes yang menghalangi pembangunan kanal. Tetapi sekarang pada momentum ini sepuluh juta orang berkepentingan terhadap kanal dibandingkan segelintir orang, yang menghalangi tersebut.
Kedua, banjir di Jakarta mesti diatasi dari hulu juga. Pemerintah pusat sudah mesti memikirkan dan sekaligus mengambil keputusan untuk membangun waduk di Bogor untuk menahan air bah turun ke Jakarta. Tetapi keputusan ini tidak mudah dan perlu keberanian untuk menentukan wilayahnya, sekaligus keberanian untuk mensosialisasikannya kepada masyarakat, terutama yang pasti menentang.
Jika tidak ada ketegasan, maka jangan berharap ada solusi terhadap banjir tahunan dan siklus lima tahunan di Jakarta. Perwujudan pembangunan waduk tersebut juga akan berfungsi ganda untuk irigasi dan listrik. Jika waduk tersebut dapat diwujudkan, maka sudah pasti fungsinya sebagai penahan air akan bekerja. Jika air bah datang setidaknya banyak yang bisa ditahan.
Ketiga, kebijakan jangka menengah panjang lainnya yang penting untuk solusi keruwetan Jakarta adalah memindahkan ibu kota negara Republik Indonesia ke luar Jakarta. Kebijakan ini bertujuan agar beban Ibu Kota menjadi lebih ringan sehingga sebagian beban ekonomi publik pindah ke wilayah lainnya.
Kebijakan ini memerlukan keputusan yang tinggi dengan menetapkan undang-undang. Ini bisa dilakukan oleh DPR dengan pemerintah.


Sumber:

RSBI dan KUALITAS PENDIDIKAN INDONESIA


MAHKAMAH Konstitusi (MK) akhirnya mengetuk palu terkait status Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) yang dinilai melanggar UUD 1945 tentang konsep dasar pendidikan nasional. MK menyatakan, sistem RSBI dan SBI melanggar konstitusi, dan harus segera dicabut dari seluruh sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.  
RSBI dan SBI adalah sebuah sistem kurikulum yang bermaksud menaikkan mutu pendidikan dengan mengadopsi kurikulum pendidikan di negara-negara maju. Tujuannya, untuk menghasilkan siswa/i yang berkualitas dan mampu bersaing di tataran internasional. Satu hal yang perlu diperhatikan dari sistem RSBI dan SBI adalah penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam belajar dan mengajar di kelas, dengan ide dasar yang dipercaya bahwa bahasa adalah pintu gerbang ilmu pengetahuan. Dan kita, sebagai orang Indonesia, harus menggunakan bahasa Inggris untuk meraih itu semua.
Pendidikan adalah hak sosial seluruh warga negara. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas sebagai bentuk pelayanan publik kepada masyarakatnya. Konsep pendidikan di Indonesia yang terus-menerus diperbaharui terkait dengan perkembangan zaman dan paradigma berpikir global adalah ide bagus dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Orangtua murid yang ingin memberikan pendidikan berkualitas kepada anak-anak mereka, biasanya memasukkan anak-anak mereka ke RSBI dan SBI, walaupun dengan merogoh kocek yang sangat dalam. Semua itu dilakukan untuk pendidikan anak yang dinilai mereka lebih baik dari pendidikan di sekolah-sekolah biasa yang dinilai mutunya di bawah RSBI dan SBI.
Pertanyaan lebih lanjut adalah bagaimana pendidikan dapat digeneralkan hanya dengan dua karakteristik, yaitu penggunaan bahasa Inggris dan berbiaya tinggi sebagai bermutu baik, dari yang tidak mengadopsi itu. Apakah pemerintah ingin membuat kasta dalam masyarakat kita nanti yang akan membelah antara siswa/i yang sangat fasih berbahasa Inggris dan berduit, dengan siswa/i yang biasa saja dalam bahasa Inggris dan kurang mampu?
Inti dari peyelenggaraan pendidikan adalah memberikan pelayanan publik tersebut untuk semua orang, baik mampu ataupun tidak mampu, dengan kualitas tinggi yang setara. Apabila di zaman Hindia Belanda pemerintah kolonial memisah-misahkan pendidikan untuk penduduk berdasarkan warna kulit, status sosial, dan etnis. Di era modern ini pemerintah RI memisah-misahkan pendidikan berdasarkan kemampuan ekonomi peserta didik.
Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang berorientasi untuk semua, tidak memandang kemampuan ekonomi. Dengan melihat sila kelima Pancasila: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Kata “seluruh” dengan jelas melihat baik kaya atau miskin, dari suku apa pun, menggunakan bahasa apa pun, dan tinggal di daerah mana pun harus memperoleh pendidikan yang sama kualitas dan kuantitasnya.
Kewajiban penuh negara untuk berdaulat di bidang karakter lewat pendidikan adalah rencana panjang menjadi negara yang maju dan berkarakter. Permasalahan bukan pada penggunaan bahasa asing, atau pada keengganan untuk menjadi global di era modern yang saling terhubung ini, tetapi pada bagaimana kesetaraan pendidikan dapat diciptakan bagi semua rakyat, melepas semua bentuk komersialisasi pendidikan atas nama kualitas, dan menghancurkan bibit-bibit kastanisasi sosial dalam masyarakat Indonesia.
Kami menuntut pemerintah melakukan dua hal, yaitu tingkatkan kualitas pendidikan untuk semua kalangan secara setara, dan bunuh semua bentuk kamuflase komersialisasi atas nama kualitas pendidikan. Kami bersyukur RSBI dan SBI dihapuskan sebagai langkah awal yang tepat dalam menegakkan konstitusi.


Sumber :
http://kampus.okezone.com/read/2013/01/10/367/744003/rsbi-sbi-dan-kualitas-pendidikan-di-indonesia

MENUJU ERA MOBIL LISTRIK


Industri otomotif dunia sedang bersemangat untuk menjadi terdepan dalam memproduksi mobil hemat energi. Sedangkan Indonesia masih pada tahap berusaha membuat mobil, belum sampai pada mobil hemat energi dan ramah lingkungan. Namun, bukan berarti Indonesia tidak bisa langsung melompat atau bahkan melampaui industri otomotif kuat dalam memproduksi mobil yang revolusioner, yaitu mobil yang seluruh komponennya didesain untuk hemat energi secara signifikan
Indonesia adalah bangsa yang besar, siapapun warga negara Indonnesia pasti mengamini, setidaknya menginginkan. Salah satu representasinya adalah memiliki kebanggaan nasional yang bersaing (mininal sama) dengan kebanggaan negara lainnya. Kondisi saat ini, bangsa Indonesia sangat kekurangan manifestasi kebanggaan nasional.
Asalkan kita punya semangat yang revolusioner dalam membuat mobil, maka mobil itu bukan sekadar mimpi. Lihat, perkembangan teknologi pesawat terbang yang semakin hari semakin ramah lingkungan menunjukkan mobil hemat revolusioner sangat mungkin dibuat oleh Indonesia .
Pemerintah saat ini melalui Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, mengatakan pemerintah akan membentuk pusat pengembangan teknologi dan industri otomotif untuk mendorong produksi 10.000 mobil listrik nasional pada 2014. Pemerintah juga akan putuskan untuk membangun pusat pengembangan teknologi dan industri otomotif berbasis green car.
Bahkan Hatta selaku Menteri Koordinator Perekonomian telah memanggil enam perguruan tinggi beserta menteri-menteri terkait yang dimana perguruan tinggi tersebut yaitu ITB, UI, UGM, ITS, Politeknik Manufaktur Bandung, dan menteri-menteri terkait untuk membahas program pembuatan mobil listrik nasional.
Apalagi Pemerintah akan menjadikan mobil listrik sebagai kendaraan operasional resmi dalam gelaran Konferensi Tingkat Tinggi APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) di Bali, Oktober mendatang. Penggunaan kendaraan listrik dalam KTT APEC  secara langsung akan menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia serius mendorong pengembangan kendaraan ramah lingkungan.
Memang saat ini pemerintah  sedang menyiapkan program mobil listrik nasional. Perguruan tinggi, lembaga penelitian, badan usaha milik negara, dan swasta diminta bekerja sama mendukung program ini. Alasan pemerintah menjalankan program mobil listrik adalah mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak (BBM) yang semakin tahun semakin tipis persediaannya.
Untuk menghitung efisiensi energi mobil listrik, memang harus menghitung efisiensi secara keseluruhan, mulai dari energi keluar dari sumur minyak atau gas sampai menjadi energi gerak di roda mobil. Efisiensi mesin mobil konvensional biasanya 15-20 persen. Jika kita perhitungkan energi yang hilang di kilang minyak, sepanjang distribusi, dan sistem transmisi mobil, efisiensi totalnya 12-17 persen.
Sebaliknya, pada mobil listrik, yang efisiensinya rendah adalah pembangkit listriknya. Dengan menggunakan pembangkit listrik berbasis gas dan uap, efisiensi bisa 50-60 persen. Dengan memperhitungkan energi yang hilang di saluran transmisi, distribusi listrik, dan motor listrik, efisiensi keseluruhan mobil listrik bisa 21-29 persen. Jadi, efisiensi total mobil listrik dua kali efisiensi mobil konvensional.
Selain itu, energi listrik bisa dibangkitkan dari sumber energi nonfosil. Energi listrik bisa berasal dari energi air, panas bumi, energi angin, energi matahari, nuklir, dan sumber-sumber nonfosil lainnya. Dengan demikian, penggunaan mobil listrik bisa membantu mengatasi polusi dan pemanasan global.
Akan tetapi, mengapa program mobil listrik di banyak negara maju gagal? Mengapa kita tidak memilih mobil hibrida yang juga hemat BBM. Sebenarnya orang sudah mengenal mobil listrik sejak tahun 1930-an. Namun, banyak negara Barat baru serius mengembangkan mobil listrik setelah krisis energi pertama tahun 1970-an.
Teknologi mobil listrik semakin maju dengan kemajuan teknologi elektronika daya pada tahun 1980-an. Dengan waktu pengembangan yang sudah lama, secara umum teknologi mobil listrik sudah siap.
Namun, mobil listrik belum juga menggantikan mobil konvensional karena faktor baterai. Seandainya mobil listrik tidak memerlukan baterai, penulis yakin orang akan lebih memilih mobil listrik. Contoh mobil listrik tanpa baterai yang sukses adalah kereta listrik.
Baterai menjadi masalah karena sampai saat ini-untuk yang paling modern sekalipun-rapat energi (energi per satuan berat) dari baterai masih jauh lebih rendah dibandingkan BBM. Akibatnya, untuk berat atau volume yang sama, satu tangki BBM mengandung energi yang jauh lebih tinggi dibandingkan baterai.
Untuk mengisi baterai mobil hingga penuh, biasanya diperlukan waktu 5-6 jam, itu pun hanya sanggup menempuh jarak sekitar 100 kilometer. Adapun untuk mengisi penuh satu tangki BBM, hanya perlu waktu sekitar 10 menit dan bisa menempuh jarak sampai 500 kilometer. Saat ini, berbagai negara berlomba untuk memecahkan masalah baterai ini.
Salah satunya adalah dengan kemunculan mobil hibrida. Tenaga gerak mobil hibrida berasal dari mesin mobil dan motor listrik. Baterai motor listrik diisi oleh mesin yang juga menggerakkan mobil, jadi energi berasal dari BBM. Dengan cara ini, mesin mobil bisa selalu bekerja pada pembebanan optimum sehingga efisiensi naik.
Saatnya sekarang bagaimana mengintegrasikan potensi-potensi tersebut dijadikan menjadi satu sebagai satu kekuatan besar dalam menciptakan mobil listrik yang dapat diproduksi dan diterima secara masal.
Namun yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, apakah di Indonesia sudah layak menggunakan mobil listrik dalam skala massal. Ditinjau dari keuntungan mobil lsitrik dibanding mobil konvensional memang selayaknya untuk city car, mobil listrik layak dipromosikan.


Sumber : http://www.beritasatu.com/mobile/blog/ekonomi/2092-menuju-era-mobil-listrik.html