Pada Selasa, 13 November 2012, tepatnya Pukul 11.00
WIB, Mahkamah Konstitusi (MK) membuat keputusan mencengangkan. Mereka
membubarkan Badan Pengatur Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). MK
memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas dalam UU Nomor 22
tahun 2001, tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD dan tidak
memiliki hukum mengikat. Kata lain, BP Migas dinyatakan inkonstitusional dan
dibubarkan.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa hubungan antara negara dengan
sumber daya alam Migas sepanjang dikonstruksi dalam bentuk KKS antara BP Migas
selaku Badan Hukum Milik Negara sebagai pihak Pemerintah atau yang mewakili
Pemerintah dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana diatur dalam
UU Migas adalah bertentangan dengan prinsip penguasaan negara yang dimaksud
konstitusi.
Pengujian UU Migas ke MK ini sendiri diajukan oleh 30 tokoh dan 12
organisasi kemasyarakatan (ormas) yang sama sekali tidak berkecimpung di bidang
migas, di antaranya Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Solidaritas Juru
Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha dan Karyawan (Sojupek), Kesatuan Aksi
Mahasiswa Muslim Indonesia, dan IKADI. Mereka menilai, UU Migas membuka
liberalisasi pengelolaan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing.
Kepala BP Migas, Raden Priyono menyebut pembubaran BP Migas oleh MK ini
membuat situasi industri migas di Tanah Air ibarat pertandingan sepak bola
tanpa wasit.
"Kalau ibarat kita main bola ya, FIFA pemain dan wasit itu dijadiin satu. Nah, kemudian dengan reformasi itu dipisah. Wasitnya adalah BP Migas, jadi kalau nggak ada wasit ya silakan saja," ujar Raden Priyono kepada wartawan kala itu.
"Kalau ibarat kita main bola ya, FIFA pemain dan wasit itu dijadiin satu. Nah, kemudian dengan reformasi itu dipisah. Wasitnya adalah BP Migas, jadi kalau nggak ada wasit ya silakan saja," ujar Raden Priyono kepada wartawan kala itu.
Pembubaran BP Migas ini membawa konsekuensi sangat besar, di antaranya
adalah menjadi tidak sahnya kontrak-kontrak yang dibuat oleh BP Migas. "Ya
mestinya tidak bisa beroperasi karena kontrak itu kan harusnya ilegal, nggak
bisa melaksanakan pekerjaan," sambung Priyono.
Bila kontrak-kontrak BP Migas dianggap tidak sah, itu artinya negara
kehilangan pendapatan yang sangat besar. "Itu kontrak hasil pengelolaan
industri hulu migas kan menghasilkan USD35 miliar per tahun, kalau per hari itu
kira-kira Rp1 triliun per hari," terang Direktur Pengendalian dan
Operasional BP Migas Gede Pradnyana.
Sumber : http://ekbis.sindonews.com/read/2012/12/25/90/700588/pembubaran-bp-migas-tamparan-dunia-migas-indonesia
No comments:
Post a Comment