Menurut Remi
Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan
karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan. Kontrak baru lahir
dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan
kontrak baru yang masih dipersoalkan.
Suatu kontrak
harus berisi:
1.
Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
2.
Subjek dan jangka waktu kontrak
3.
Lingkup kontrak
4.
Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
5.
Kewajiban dan tanggung jawab
6.
Pembatalan kontrak
Menurut Mariam
Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
1.
Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah
disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
2.
Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan
pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh
pemerintah.
A.
Macam-Macam
Perjanjian
Macam-macam
perjanjian obligator ialah sebagai berikut:
a)
Perjanjian
dengan cuma-cuma dan perjanjian dengan beban.
Perjanjian dengan
Cuma-Cuma
ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan
kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314
ayat (2) KUHPerdata). Perjanjian dengan
beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu
keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya
sendiri.
b)
Perjanjian
sepihak dan perjanjian timbal balik.
Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana
hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja. Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi
kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
c)
Perjanjian
konsensuil, formal dan riil.
Perjanjian
konsensuil
ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak
yang mengadakan perjanjian tersebut. Perjanjian
formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu,
yaitu dengan cara tertulis. Perjanjian
riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat,
harus diserahkan.
d)
Perjanjian
bernama, tidak bernama, dan campuran.
Perjanjian
bernama
ialah suatu perjanjian dimana UU telah mengaturnya dengan ketentuan-ketentuan
khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHerdata ditambah titel VIIA. Perjanjian tidak bernama ialah
perjanjian yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai
perjanjian yang sulit di kualifikasikan.
B.
Syarat Sah Perjanjian
Berdasarkan ketentuan Pasal
1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian dinyatakan sah apabila
telah memenuhi 4 (empat) syarat komulatif. Keempat
syarat untuk sahnya perjanjian tersebut antara lain :
a.
Sepakat
Artinya para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat
atau setuju mengenai hal-hal pokok atau materi yang diperjanjikan. Dan kesepakatan
itu dianggap tidak ada apabila diberikan karena kekeliruan, kekhilafan, paksaan
ataupun penipuan.
b.
Kecakapan
Arti kata kecakapan yang dimaksud
dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dinyatakan dewasa oleh hukum, yakni sesuai dengan ketentuan KUHPerdata, mereka yang telah berusia 21
tahun, sudah atau pernah menikah. Cakap juga berarti orang yang
sudah dewasa, sehat akal pikiran, dan tidak dilarang oleh suatu peraturan
perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Dan orang-orang
yang dianggap tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum yaitu : orang-orang
yang belum dewasa, menurut Pasal 1330 KUHPerdata jo. Pasal 47 UU Nomor 1 tahun
1974 tentang Perkawinan; orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan,
menurut Pasal 1330 jo. Pasal 433 KUPerdata; serta orang-orang yang dilarang
oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum tertentu seperti orang yang
telah dinyatakan pailit oleh pengadilan.
c.
Suatu Hal
Tertentu
Artinya, dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan
harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan.
d.
Suatu
Sebab Yang Halal
Artinya, suatu perjanjian harus berdasarkan sebab yang halal
yang tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1337 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, yaitu, tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
tidak bertentangan dengan kesusilaan, dan tidak bertentangan dengan
undang-undang. Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, syarat kesatu
dan kedua dinamakan syarat subjektif, karena berbicara mengenai subjek yang
mengadakan perjanjian, sedangkan ketiga dan keempat dinamakan syarat objektif,
karena berbicara mengenai objek yang diperjanjikan dalam sebuah perjanjian.
Dalam perjanjian bilamana syarat-syarat subjektif tidak terpenuhi maka
perjanjiannya dapat dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang tidak
cakap atau yang memberikan kesepakatan secara tidak bebas. Selama tidak
dibatalkan, perjanjian tersebut tetap mengikat. Sedangkan, bilamana
syarat-syarat objektif yang tidak dipenuhi maka perjanjiannya batal demi hukum.
Artinya batal demi hukum bahwa, dari semula dianggap tidak pernah ada
perjanjian sehingga tidak ada dasar untuk saling menuntut di pengadilan.
C.
Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Pembatalan
Perjanjian
Suatu perjanjian
dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian atau pun
batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya
terjadi karena:
Adanya
suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu
yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
Pihak
pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau
secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya
·
terkait
resolusi atau perintah pengadilan
·
terlibat
hokum
·
tidak
lagi memiliki lisensi, kecakapan atau wewenang dalam melaksankan perjanjian
Pelaksanaan perjanjian
Itikad baik
dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai
pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus harus megindahkan
norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik
ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang
telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai
tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa.
Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian
tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Sumber
No comments:
Post a Comment