Monday, October 29, 2012

KEMACETAN


Jakarta dipenuhi dengan kendaraan, sehingga menyebabkan kemacetan besar dan stres bagi warga kota. Jam sibuk di ibu kota Indonesia itu, dengan lalu lintas yang padat di bawah cuaca panas terik, bisa menjadi pengalaman yang mengerikan bagi semua orang yang rutin berlalu-lalang, apalagi mereka yang berpenyakit jantung.
Namun demikian meskipun mereka mengeluh tentang kemacetan, keterlambatan dan polusi, semakin banyak orang kota yang memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi daripada kendaraan umum, sehingga menyumbang pada membanjirnya kendaraan.
"Lima tahun lalu, setiap kali saya berangkat kerja pukul 6 pagi, kemacetan lalu lintas tidak begitu mengerikan seperti hari ini. Pada saat ini, saya harus menambahkan lima sampai sepuluh menit ekstra untuk sampai ke kantor saya," kata konsultan bisnis Andre Wiharjo kepada Khabar Asia Tenggara.
Menurut data dari Asosiasi Industri Otomotif (Gaikindo), negara ini memiliki jumlah terbesar mobil (50,9 juta) di Asia Tenggara. Menyusul di belakangnya Thailand, Vietnam, dan Filipina. Pada tahun 2011 saja, 880.000 mobil baru terjual dan angka itu bisa menjadi 1 juta pada tahun 2014, demikian kata asosiasi itu.
Sementara itu, Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) mengatakan, delapan juta sepeda motor baru terjual selama periode yang sama. Pada masa lalu, mobil dan motor dikaitkan dengan kekayaan, tetapi sekarang banyak orang melihatnya sebagai kebutuhan. Profesional muda, khususnya, merasakan sistem transportasi umum mengecewakan dan lebih senang menikmati mobilitas yang tersedia dengan memiliki kendaraan sendiri.
"Saya akan senang menggunakan transportasi umum jika itu aman, handal, dan benar-benar mengantar saya dari A ke B lebih cepat," demikian kata Ali Arifin, penduduk asli Jakarta dan pemilik bisnis. Akan tetapi karena hal itu tidak terjadi, katanya, memiliki kendaraan sendiri "sangat penting".
Para ahli mengingatkan bahwa kemacetan Jakarta yang memburuk menurunkan kualitas hidup penduduknya dan dalam beberapa kasus merupakan ancaman bagi kesehatan mental.
"Warga Jakarta rentan terhadap depresi terselubung yang dipicu oleh stres kambuhan terkait dengan kemacetan lalu lintas seperti kurang tidur, mudah panik, dan penyakit fisik kambuhan," demikian kata Prianto Djatmiko, kepala Asosiasi Psikiater Indonesia cabang Jakarta.
"Kemacetan lalu lintas menjadikan kegiatan warga perkotaan semakin mengelompok dan berpotensi menciptakan isolasi di antara kelompok orang. Hal ini menyebabkan meningkatnya agresivitas di masyarakat," katanya.
Menurut Guritnaningsih A. Santoso, seorang profesor psikologi di Universitas Indonesia, kecenderungan ini berpotensi menghasilkan dampak berbahaya terhadap kaum muda. Lebih banyak waktu dihabiskan di jalan berarti lebih sedikit waktu bagi orang tua untuk meluangkan waktu dengan anak-anak mereka, demikian katanya.
"Banyak orang tua tiba di rumah ketika anak-anak mereka yang masih kecil sudah tertidur dan pergi sebelum mereka bangun," kata Santoso.
Selain itu, semakin padatnya jadwal dapat mempengaruhi kemampuan anak muda untuk belajar. Kemacetan lalu lintas memaksa siswa untuk meninggalkan rumah mereka sekitar pukul 5.30 pagi agar bisa sampai ke sekolah sebelum pukul 7 pagi, demikian katanya, sementara kuliah paling pagi untuk mahasiswa mulai pukul 8 pagi.
"Mengantuk secara tidak langsung dapat menyebabkan turunnya minat dan energi untuk belajar. Sebuah penelitian kecil yang dilakukan terhadap mahasiswa menunjukkan bahwa mereka yang tinggal jauh dari kampus merasa bahwa kemampuan mereka untuk berkonsentrasi pada studi menurun karena kelelahan dan kantuk," pungkasnya.

No comments:

Post a Comment