Jakarta dipenuhi dengan
kendaraan, sehingga menyebabkan kemacetan besar dan stres bagi warga kota. Jam
sibuk di ibu kota Indonesia itu, dengan lalu lintas yang padat di bawah cuaca
panas terik, bisa menjadi pengalaman yang mengerikan bagi semua orang yang
rutin berlalu-lalang, apalagi mereka yang berpenyakit jantung.
Namun demikian meskipun
mereka mengeluh tentang kemacetan, keterlambatan dan polusi, semakin banyak
orang kota yang memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi daripada kendaraan
umum, sehingga menyumbang pada membanjirnya kendaraan.
"Lima tahun lalu,
setiap kali saya berangkat kerja pukul 6 pagi, kemacetan lalu lintas tidak
begitu mengerikan seperti hari ini. Pada saat ini, saya harus menambahkan lima
sampai sepuluh menit ekstra untuk sampai ke kantor saya," kata konsultan
bisnis Andre Wiharjo kepada Khabar Asia Tenggara.
Menurut data dari
Asosiasi Industri Otomotif (Gaikindo), negara ini memiliki jumlah terbesar
mobil (50,9 juta) di Asia Tenggara. Menyusul di belakangnya Thailand, Vietnam,
dan Filipina. Pada tahun 2011 saja, 880.000 mobil baru terjual dan angka itu
bisa menjadi 1 juta pada tahun 2014, demikian kata asosiasi itu.
Sementara itu, Asosiasi
Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) mengatakan, delapan juta sepeda motor
baru terjual selama periode yang sama. Pada masa lalu, mobil dan motor
dikaitkan dengan kekayaan, tetapi sekarang banyak orang melihatnya sebagai
kebutuhan. Profesional muda, khususnya, merasakan sistem transportasi umum
mengecewakan dan lebih senang menikmati mobilitas yang tersedia dengan memiliki
kendaraan sendiri.
"Saya akan senang
menggunakan transportasi umum jika itu aman, handal, dan benar-benar mengantar
saya dari A ke B lebih cepat," demikian kata Ali Arifin, penduduk asli
Jakarta dan pemilik bisnis. Akan tetapi karena hal itu tidak terjadi, katanya,
memiliki kendaraan sendiri "sangat penting".
Para ahli mengingatkan
bahwa kemacetan Jakarta yang memburuk menurunkan kualitas hidup penduduknya dan
dalam beberapa kasus merupakan ancaman bagi kesehatan mental.
"Warga Jakarta
rentan terhadap depresi terselubung yang dipicu oleh stres kambuhan terkait
dengan kemacetan lalu lintas seperti kurang tidur, mudah panik, dan penyakit
fisik kambuhan," demikian kata Prianto Djatmiko, kepala Asosiasi Psikiater
Indonesia cabang Jakarta.
"Kemacetan lalu
lintas menjadikan kegiatan warga perkotaan semakin mengelompok dan berpotensi
menciptakan isolasi di antara kelompok orang. Hal ini menyebabkan meningkatnya
agresivitas di masyarakat," katanya.
Menurut Guritnaningsih
A. Santoso, seorang profesor psikologi di Universitas Indonesia, kecenderungan
ini berpotensi menghasilkan dampak berbahaya terhadap kaum muda. Lebih banyak
waktu dihabiskan di jalan berarti lebih sedikit waktu bagi orang tua untuk
meluangkan waktu dengan anak-anak mereka, demikian katanya.
"Banyak orang tua
tiba di rumah ketika anak-anak mereka yang masih kecil sudah tertidur dan pergi
sebelum mereka bangun," kata Santoso.
Selain itu, semakin
padatnya jadwal dapat mempengaruhi kemampuan anak muda untuk belajar. Kemacetan
lalu lintas memaksa siswa untuk meninggalkan rumah mereka sekitar pukul 5.30
pagi agar bisa sampai ke sekolah sebelum pukul 7 pagi, demikian katanya,
sementara kuliah paling pagi untuk mahasiswa mulai pukul 8 pagi.
"Mengantuk secara
tidak langsung dapat menyebabkan turunnya minat dan energi untuk belajar.
Sebuah penelitian kecil yang dilakukan terhadap mahasiswa menunjukkan bahwa
mereka yang tinggal jauh dari kampus merasa bahwa kemampuan mereka untuk
berkonsentrasi pada studi menurun karena kelelahan dan kantuk,"
pungkasnya.
No comments:
Post a Comment